Aku bertanya- tanya tentang apa yang
harus kutulis malam ini. Hingga kemudian, hapeku berbunyi. Ada pesan BBM yang
masuk. Seorang teman mengabarkan kalau salah seorang teman kuliahku mengalami
kecelakaan tadi sore dan meninggal dunia. Ada perasaan sedih yang tiba-tiba
merasuk. Ada seorang teman lagi yang dipanggil lebih dahulu untuk menghadap
Yang Maha Kuasa. Dan tanpa aba-aba, serentak teman-teman kuliah mengganti DP
BBM mereka menjadi foto Almarhum. Mendoakan dengan tulus agar Almarhum Ahmad
diampunkan dosa-dosanya, diterima amal ibadahnya, dan dilapangkan kuburnya. Amin
Ya Rabbal Alamin.
Lalu aku tiba-tiba teringat
orang–orang disekitar ku yang lebih dahulu kembali ke Rahmatullah. Kawan semasa
kecil ku bernama Yusri. Aku biasa memanggilnya Ucci. Kami berteman sejak
sebelum masuk sekolah dasar. Dia adalah teman yang tinggal pas di sebelah
rumahku. Rumah kami berdempet, dan hanya dipisahkan oleh tembok saja. Pas di
ruang tengah, tembok yang memisahkan rumah ku dan rumahnya entah karena alasan
apa diberi lubang kecil. Hingga terkadang, saat mereka makan atau tertawa, aku
bisa mendengarnya dari rumahku. Saat bulan Ramadhan keluarga kami saling
membangunkan di waktu sahur hanya dengan berteriak di lubang kecil itu sambil
memukul tutup panci. Sedangkan saat mati lampu, aku dan ucci berkomunikasi
dengan mengetok tembok itu. Saat dia ada disitu, dia akan mengetok balik tembok
itu. Kenangan ku bersamanya bukan hanya tentang kebahagiaan saja. Aku ingat
dulu pernah membuat Ucci menangis. Saat bermain kejar-kejar an, aku tanpa
sengaja mencakar wajah Ucci sampai berdarah. Ia lalu pulang ke rumah nya sambil
menangis. Sedangkan aku segera lari pulang ke rumahku untuk sembunyi, takut
kalau ia melaporkan kan ku pada ayahnya. Selain momen membuat Ucci menangis,
aku juga punya moment bahagia bersama dia. Waktu itu kami sudah duduk di bangku
SMP. Lalu tiba-tiba, Aku, Ucci dan satu orang lagi sahabatku yang bernama Ani
ditugaskan oleh ayahku untuk mewakili perlombaan Cerdas Cermat tingkat
kecamatan. Karena ditunjuk secara dadakan. Kita bahkan tidak pernah sekalipun
latihan. Kita hanya belajar sendiri-sendiri di rumah masing-masing. Dan,
ternyata kami tetap bisa menjadi juara 1 lomba cerdas cermat itu.
Masuk SMP, kami sudah mulai jarang
bertemu, dia lebih sering di dalam rumah bermain komputer hingga matanya minus
dan harus memakai kaca mata. Aku mulai bertanya-tanya kenapa Ucci sangat jarang
bermain di luar rumah lagi seperti dulu. Ternyata dia sedang sakit. Dia
menderita sakit ginjal. Saat itu aku masih duduk di kelas 2 SMP. Sedangkan Ucci
kelas 1 SMP. Aku masih belum begitu mengerti tentang apa itu penyakit ginjal. Beberapa
kali, aku mendengar dia, dari balik tembok rumahku muntah berkali-kali dan
menangis. Aku tidak tahu kalau penyakit ginjal itu berbahaya dan menyakitkan,
hingga kemudian saat aku sudah duduk di
Bangku Sekolah Menengah Atas kelas 2. Dan Ucci duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan kelas 1, tiba-tiba ibuku memberitahukan kalau Ucci di rawat di rumah sakit. Karena kebetulan Rumah Sakit tempat dia dirawat tidak jauh dari sekolah ku. Jadi saat pulang sekolah aku mampir untuk menjenguknya. Waktu itu, kebetulan yang datang menjenguknya bukan aku saja. Ada juga teman-teman sekolah nya dari SMK dan teman dari ayahnya. Jadi kamar tempat dia dirawat lumayan ramai. Aku masuk, duduk, dan bergabung dalam kelompok penjenguk. Waktu itu aku melihat Ucci sehat bugar duduk di atas ranjang nya sambil sesekali tersenyum mendengar perbincangan ayah dan temannya. Dia tidak tampak sakit. Hanya tusukan jarum infus di tangan nya serta wajahnya yang agak sedikit chubby. Mungkin efek karena dia tidak terlalu beraktifitas banyak. Aku tidak berbicara banyak padanya, hanya bertanya apa yang dia rasakan? Apa dia sudah merasa sehat? Setelah itu aku hanya terdiam. Aku tak tahu harus bertanya apa lagi. Karena sudah lama tidak berkomunikasi dengan nya aku jadi merasa agak canggung. Beberapa menit kemudian, beberapa temannya pamit pulang. Aku pun ikut pamit pulang dan berjanji akan menjenguknya lagi besok. Sebelum pulang aku menjabat tangannya dan memberikan nya semangat dan doa agar dia sehat kembali. Aku tidak tahu kalau jabat tangan dengan nya saat itu adalah terakhir kali aku melihat wajahnya. Karena keesokan harinya, sehabis pulang sekolah aku berencana untuk menjenguknya lagi di rumah sakit, tetapi karena malu tidak membawa apa-apa aku mengurungkan niatku. Aku melewati rumah sakit dan terus pulang ke rumah. Aku sedikit aneh saat melihat rumah ku sepi. Ayah, ibu dan adik ku yang bungsu tak ada di rumah. Adik ku yang satu lagi lalu bilang kalau ayah, ibu dan adik sedang pergi ke Maros untuk memakamkan Ucci. Ucci telah dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa jam sepuluh pagi karena penyakit ginjal yang dialaminya sudah sangat parah. Dan dia pun telah di bawa pulang ke kampung halamannya untuk dimakamkan. Ah... hatiku langsung hancur lebur. Aku tak bisa melihat wajah nya untuk terakhir kalinya. Aku bahkan tak punya foto kenangan bersama nya. Bahkan moment saat cerdas cermat dulu, tak ada yang mendokumentasikan. Walaupun begitu aku masih punya ingatan tentang kenangan kami di memori otak ku dan kutuliskan disini agar saat tua nanti dan ketika ingatan ku mulai agak menurun. Aku bisa membaca kembali tulisan ini dan mengingat sahabat kecil ku itu. Doaku untuk mu sahabat semoga kau tenang di alam sana. Amin
Bangku Sekolah Menengah Atas kelas 2. Dan Ucci duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan kelas 1, tiba-tiba ibuku memberitahukan kalau Ucci di rawat di rumah sakit. Karena kebetulan Rumah Sakit tempat dia dirawat tidak jauh dari sekolah ku. Jadi saat pulang sekolah aku mampir untuk menjenguknya. Waktu itu, kebetulan yang datang menjenguknya bukan aku saja. Ada juga teman-teman sekolah nya dari SMK dan teman dari ayahnya. Jadi kamar tempat dia dirawat lumayan ramai. Aku masuk, duduk, dan bergabung dalam kelompok penjenguk. Waktu itu aku melihat Ucci sehat bugar duduk di atas ranjang nya sambil sesekali tersenyum mendengar perbincangan ayah dan temannya. Dia tidak tampak sakit. Hanya tusukan jarum infus di tangan nya serta wajahnya yang agak sedikit chubby. Mungkin efek karena dia tidak terlalu beraktifitas banyak. Aku tidak berbicara banyak padanya, hanya bertanya apa yang dia rasakan? Apa dia sudah merasa sehat? Setelah itu aku hanya terdiam. Aku tak tahu harus bertanya apa lagi. Karena sudah lama tidak berkomunikasi dengan nya aku jadi merasa agak canggung. Beberapa menit kemudian, beberapa temannya pamit pulang. Aku pun ikut pamit pulang dan berjanji akan menjenguknya lagi besok. Sebelum pulang aku menjabat tangannya dan memberikan nya semangat dan doa agar dia sehat kembali. Aku tidak tahu kalau jabat tangan dengan nya saat itu adalah terakhir kali aku melihat wajahnya. Karena keesokan harinya, sehabis pulang sekolah aku berencana untuk menjenguknya lagi di rumah sakit, tetapi karena malu tidak membawa apa-apa aku mengurungkan niatku. Aku melewati rumah sakit dan terus pulang ke rumah. Aku sedikit aneh saat melihat rumah ku sepi. Ayah, ibu dan adik ku yang bungsu tak ada di rumah. Adik ku yang satu lagi lalu bilang kalau ayah, ibu dan adik sedang pergi ke Maros untuk memakamkan Ucci. Ucci telah dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa jam sepuluh pagi karena penyakit ginjal yang dialaminya sudah sangat parah. Dan dia pun telah di bawa pulang ke kampung halamannya untuk dimakamkan. Ah... hatiku langsung hancur lebur. Aku tak bisa melihat wajah nya untuk terakhir kalinya. Aku bahkan tak punya foto kenangan bersama nya. Bahkan moment saat cerdas cermat dulu, tak ada yang mendokumentasikan. Walaupun begitu aku masih punya ingatan tentang kenangan kami di memori otak ku dan kutuliskan disini agar saat tua nanti dan ketika ingatan ku mulai agak menurun. Aku bisa membaca kembali tulisan ini dan mengingat sahabat kecil ku itu. Doaku untuk mu sahabat semoga kau tenang di alam sana. Amin
Selain Ucci, aku juga punya teman
sekelas waktu SMP dulu bernama Dewi. Dia menderita penyakit Lever. Dia anak
yang cerdas. Dia selalu menempati peringkat teratas di kelas. Fisiknya lemah,
badan nya kurus dan warna kulitnya kekuning-kuningan. Tetapi dia adalah gadis
yang cantik sekali dengan mata yang lebar. Aku tak terlalu akrab dengannya
karena memang dia kalem dan pendiam. Aku hanya ingat kalau dia teman yang
sangat baik. Waktu itu, kami sedang disibukkan dengan kegiatan hari kemerdekaan
Tujuh Belas Agustus. Aku ikut kegiatan gerak jalan yang diadakan tiap tahun.
Saat itu kami masih duduk di bangku kelas satu. Aku dan barisan ku hanya
memakai seragam sekolah putih biru dengan pita. Walaupun berada pada barisan
paling belakang. Aku tetap ingin tampil maksimal. Tetapi rok biru ku sudah agak
kusam. Jadi teman ku menyarankan untuk meminjam rok biru Dewi yang kala itu
memang tidak ikut kegiatan gerak jalan. Aku ingat saat itu aku sepulang sekolah
langsung berkunjung ke rumahnya. Dia menyambutku dengan sangat hangat dan
ramah. Dia lalu meminjamkan ku rok biru nya yang masih baru. Aku senang sekali
karena ternyata roknya sangat pas di badanku. Karena kebetulan kami memiliki
fisik yang sama-sama mini. Beberapa bulan kemudian, Dewi pindah sekolah. Ia
pindah ke daerah Jawa, karena sekalian ingin berobat disana. Dan setelah
setahun berpisah dengan nya, kudengar kabar dari seorang teman kalau dia telah
menyerah dengan penyakitnya dan terlebih dahulu menghadap Sang Pencipta. Hatiku
kembali hancur. Aku bahkan belum menjadi teman yang baik buat dia. Smoga dia
juga telah bahagia di alam sana. Amin
Selain Ucci dan Dewi, aku masih punya
beberapa kawan lagi yang ternyata harus lebih dahulu kembali ke pangkuan Ilahi.
Ada Ahmad Khaidir, teman sekelas waktu SD, dia cerdas dan baik, aku dulu
ngefans sama dia. Tetapi sejak tamat SD, aku tak pernah lagi bertemu atau
mendengar kabarnya. Hingga beberapa waktu lalu, saat aku sudah sedang bekerja
di kantor. Seorang teman lalu mengirimkan pesan singkat kalau Ahmad Chaidir
meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas. Ah.. aku bahkan belum bertemu
dengan nya sejak tamat dari Sekolah Dasar.
Dulu aku berpikir kalau Tuhan tidak
adil, kenapa umur kita semuanya tidak sama. Kenapa harus ada meninggal di usia
muda terus ada yang meninggal dunia di usia sangat tua. Kenapa kita tidak
diberi jatah waktu yang sama. Tetapi sekarang aku sudah dewasa, pemikiran dan
wawasan ku sudah mulai berkembang walaupun tidak berkembang banyak. Tetapi
setidaknya sekarang aku sudah sadar bahwa Kebijaksanaan Tuhan merahasiakan ajal
adalah sesuatu yang sangat baik sekali. Agar kita menghargai setiap detik hidup kita, agar kita mensyukuri setiap tarikan nafas kita, agar kita memaknai setiap pagi adalah hari baru kita yang Allah masih berikan sebagai hadiah, untuk memperbaiki diri, untuk menambah bekal di akherat kelak.
Comments
Post a Comment
Terima Kasih sudah berkunjung ^_^
Silahkan meninggalkan komentar jika berkenan