Siapakah yang lebih merasakan sakit, yang ditinggalkan atau yang meninggalkan???
Kedua pihak pasti akan merasa terluka. Sebab yang namanya Perpisahaan, pasti ada rasa sakit yang tertinggal. Entah itu pisah dengan keluarga, sahabat, kekasih atau bahkan kucing kesayangan. Dan tentang seberapa besar rasa sakit yang kita derita, tergantung dari seberapa besar rasa sayang kita pada sesuatu yang harus kita lepaskan itu.
Ketika orang yang ditinggalkan memiliki cinta yang lebih dalam dari orang yang meninggalkan, pastilah rasa sakit yang ia derita jauh lebih besar. Lalu kenapa orang-orang yang saling menyayangi harus saling meninggalkan? Tak bisakah kita hidup bahagia selamanya disini?
Jawabnya TIDAK BISA.
Dunia ini bersifat fana. Sama dengan diri kita dan diri orang-orang yang kita sayangi. Sama juga dengan perjumpaan kita dengan mereka. Semuanya tak abadi. Semuanya akan berakhir. Sama seperti matahari pagi yang kita lihat hari ini, dia akan tenggelam saat malam menjelang. Lalu apakah kita harus menangis tersedu-sedu karena matahari menghilang dan gelap datang? Tentu tidak. Cahaya matahari mungkin sirna, tetapi ia tergantikan dengan kerlip kerlip bintang dan indahnya rembulan. Lagipula, Insya Allah jika Tuhan mengijinkan kita akan bersua kembali dengan hangatnya mentari pagi esok hari. Sama juga dengan orang-orang yang pergi meninggalkan kita. Ia sudah tak bersama lagi dengan kita di dunia ini, tetapi Jika Allah mengizinkan, Kita akan dipertemukan kembali dengan orang-orang yang kita sayang di SurgaNya kelak.
"Dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah"
Sebenarnya yang menyebabkan perpisahan itu terasa sangat menyakitkan adalah hati yang belum siap serta karena ada rasa penyesalan yang mengikut pada rasa sakit tersebut.
Dulu ada seorang kakek tua yang merasa sangat terpukul dengan kematian istrinya. Setelah istrinya dimakamkan, ia terus menatap pusara kubur istrinya hingga malam menjelang. Lalu seorang anak muda menghampirinya dan bertanya "Kenapa kakek masih disini? Kakek harus bisa mengikhlaskan kepergian nenek dan tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan.
Lalu Si Kakek menjawab, aku sudah mengikhlaskan kepergiannya hanya saja aku merasa sangat menyesal. Karena puluhan tahun aku hidup dengan istriku, sekalipun aku belum pernah mengatakan bahwa "AKU MENCINTAINYA". Dan sekarang aku merasa sangat menyesal karena tak pernah mengucapkan kalimat itu.
Lain lagi dengan kisah Seorang Anak yang merasa sangat sakit dengan kematian Sang Ayah. Ia merasa sangat sedih dan terpukul karena kepergian Sang Ayah secara tiba-tiba. Parahnya Sang Anak tak berada di sisi Ayahnya disaat terakhir. Bahkan kala terakhir Sang Ayah menelpon untuk mengungkapkan rindu, ia malah menjawab ketus karena sedang sangat sibuk. Dan tanpa ia ketahui ternyata saat itu adalah saat terakhir ia bisa mendengar suara Sang Ayah. Bukan hanya rasa sakit yang ia rasakan tetapi juga penyesalan terdalam.
Ada juga tentang kisah sepasang suami istri yang harus terpisah karena takdir. Sang Istri yang ditinggalkan merasa sangat sedih dan kehilangan. Rasa sakit yang ia rasakan begitu pedih hingga rasanya jiwanya juga ikut terbang bersama kekasih hatinya. Dalam kesedihannya yang panjang ia lalu bergumam dalam hati, "Seandainya bisa memutar waktu kembali, mungkin sebaiknya kita tak usah bertemu. Aku baru menyesalinya sekarang. Aku baru tahu ternyata setelah kepergianmu rasa sakitnya bisa separah ini. Rasa rinduku padamu seperti mencabik-cabik seluruh ragaku"
Ketika orang yang ditinggalkan memiliki cinta yang lebih dalam dari orang yang meninggalkan, pastilah rasa sakit yang ia derita jauh lebih besar. Lalu kenapa orang-orang yang saling menyayangi harus saling meninggalkan? Tak bisakah kita hidup bahagia selamanya disini?
Jawabnya TIDAK BISA.
Dunia ini bersifat fana. Sama dengan diri kita dan diri orang-orang yang kita sayangi. Sama juga dengan perjumpaan kita dengan mereka. Semuanya tak abadi. Semuanya akan berakhir. Sama seperti matahari pagi yang kita lihat hari ini, dia akan tenggelam saat malam menjelang. Lalu apakah kita harus menangis tersedu-sedu karena matahari menghilang dan gelap datang? Tentu tidak. Cahaya matahari mungkin sirna, tetapi ia tergantikan dengan kerlip kerlip bintang dan indahnya rembulan. Lagipula, Insya Allah jika Tuhan mengijinkan kita akan bersua kembali dengan hangatnya mentari pagi esok hari. Sama juga dengan orang-orang yang pergi meninggalkan kita. Ia sudah tak bersama lagi dengan kita di dunia ini, tetapi Jika Allah mengizinkan, Kita akan dipertemukan kembali dengan orang-orang yang kita sayang di SurgaNya kelak.
"Dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah"
Sebenarnya yang menyebabkan perpisahan itu terasa sangat menyakitkan adalah hati yang belum siap serta karena ada rasa penyesalan yang mengikut pada rasa sakit tersebut.
Dulu ada seorang kakek tua yang merasa sangat terpukul dengan kematian istrinya. Setelah istrinya dimakamkan, ia terus menatap pusara kubur istrinya hingga malam menjelang. Lalu seorang anak muda menghampirinya dan bertanya "Kenapa kakek masih disini? Kakek harus bisa mengikhlaskan kepergian nenek dan tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan.
Lalu Si Kakek menjawab, aku sudah mengikhlaskan kepergiannya hanya saja aku merasa sangat menyesal. Karena puluhan tahun aku hidup dengan istriku, sekalipun aku belum pernah mengatakan bahwa "AKU MENCINTAINYA". Dan sekarang aku merasa sangat menyesal karena tak pernah mengucapkan kalimat itu.
Lain lagi dengan kisah Seorang Anak yang merasa sangat sakit dengan kematian Sang Ayah. Ia merasa sangat sedih dan terpukul karena kepergian Sang Ayah secara tiba-tiba. Parahnya Sang Anak tak berada di sisi Ayahnya disaat terakhir. Bahkan kala terakhir Sang Ayah menelpon untuk mengungkapkan rindu, ia malah menjawab ketus karena sedang sangat sibuk. Dan tanpa ia ketahui ternyata saat itu adalah saat terakhir ia bisa mendengar suara Sang Ayah. Bukan hanya rasa sakit yang ia rasakan tetapi juga penyesalan terdalam.
Ada juga tentang kisah sepasang suami istri yang harus terpisah karena takdir. Sang Istri yang ditinggalkan merasa sangat sedih dan kehilangan. Rasa sakit yang ia rasakan begitu pedih hingga rasanya jiwanya juga ikut terbang bersama kekasih hatinya. Dalam kesedihannya yang panjang ia lalu bergumam dalam hati, "Seandainya bisa memutar waktu kembali, mungkin sebaiknya kita tak usah bertemu. Aku baru menyesalinya sekarang. Aku baru tahu ternyata setelah kepergianmu rasa sakitnya bisa separah ini. Rasa rinduku padamu seperti mencabik-cabik seluruh ragaku"
Tetapi seiring berjalannya waktu, rasa sakit yang dirasakan Sang Istri itu mulai memudar. Kini ia bisa tersenyum kembali saat mengenang kebersamaan dengan Sang Kekasih hatinya. Kini ia berpikir bahwa "Seandainya waktu dapat diputar kembali. Ia akan memohon agar dapat dipertemukan kembali dengan kekasihnya. Mengatakan bahwa ia mencintainya tiap hari. Mencurahkan seluruh rasa sayangnya tanpa ragu. Serta menikmati setiap detik kebersamaan dengannya. Sehingga saat tiba waktu untuk berpisah, ia tak merasa sesakit dulu. Karena tak ada lagi penyesalan yang tersisa".
Akupun pernah merasakan rasa sakit akan kehilangan orang yang kusayangi. Bahkan saat ini pun saat memimpikannya, air mataku masih mengalir. Padahal kebersamaanku dengannya tak cukup setahun. Tetapi rasa sakit kehilangan dia masih tertinggal hingga bertahun-tahun. Dia adalah adik kecilku.
Dia adik kecilku yang dulunya sering tertidur dalam gendonganku. Di hari kepergiannya, aku berusaha untuk tak meneteskan air mata. Karena aku sangat tahu bahwa dia telah kembali kepada Sang Pemilik Sejati. Tetapi saat aku memeluknya dalam gendonganku untuk yang terakhir kali, air mataku tertumpah tanpa bisa kutahan. Rasa sakit menjalari hatiku ketika pipiku menyentuh pipinya yang dingin membeku. Beberapa hati setelah kepergiaannya, air mataku selalu jatuh hanya karena melihat pakaiannya, mainannya, atau bantal kesayangannya. Rasanya berat sekali melepasnya pergi. Hatiku sakit sekali karena ia lagi tak ada bersama kami. Tak ada lagi saat menyenangkan saat bermain dengannya. Tak ada lagi dia yang membuatku harus bangun pagi-pagi dan mengajaknya jalan-jalan keliling kompleks, tak ada lagi wajah lucunya yang bisa kulihat saat bangun di pagi hari. Berat sekali melewati hari-hari tanpa dia.
Setelah kupikir-pikir lagi, bukankah lebih baik jika aku bersyukur karena diberi kesempatan untuk menikmati waktu bersamanya. Dia hadir di dunia saat aku berusia 22 tahun. Saat tengah sibuk-sibuknya sebagai mahasiswa akhir. Sibuk bolak balik kampus untuk menyusun skripsi. Rasa lelah menunggu dosen seharian jadi hilang saat aku pulang ke rumah dan melihat senyum manisnya. Setelah lulus kuliah, aku sempat menjadi pengangguran selama berbulan-bulan. Menunggu panggilan kerja dari beberapa perusahaan yang kulamar. Tetapi karena dalam masa penantian itu, aku diberikan kesempatan untuk tinggal di rumah lebih lama, bermain-main dan menjaga adik bungsuku itu. Menyanyikan dia sebelum tidur, ikut bermain air bersamanya saat ibu memandikannya, melompat-lompat dan berjoget untuk membuatnya tertawa, dan masih banyak lagi. Jika kupikir lagi, ternyata kenanganku bersamanya sangat banyak. Dan kenangan itu menjadi sangat berharga saat ini. Kenangan itu bisa membuatku tersenyum kembali saat merindukannya. Dan yang paling penting dari semua itu, kenangan bersamanya mengingatkanku bahwa suatu hari nanti aku pun akan pergi meninggalkan dunia ini...
Setelah kupikir-pikir lagi, bukankah lebih baik jika aku bersyukur karena diberi kesempatan untuk menikmati waktu bersamanya. Dia hadir di dunia saat aku berusia 22 tahun. Saat tengah sibuk-sibuknya sebagai mahasiswa akhir. Sibuk bolak balik kampus untuk menyusun skripsi. Rasa lelah menunggu dosen seharian jadi hilang saat aku pulang ke rumah dan melihat senyum manisnya. Setelah lulus kuliah, aku sempat menjadi pengangguran selama berbulan-bulan. Menunggu panggilan kerja dari beberapa perusahaan yang kulamar. Tetapi karena dalam masa penantian itu, aku diberikan kesempatan untuk tinggal di rumah lebih lama, bermain-main dan menjaga adik bungsuku itu. Menyanyikan dia sebelum tidur, ikut bermain air bersamanya saat ibu memandikannya, melompat-lompat dan berjoget untuk membuatnya tertawa, dan masih banyak lagi. Jika kupikir lagi, ternyata kenanganku bersamanya sangat banyak. Dan kenangan itu menjadi sangat berharga saat ini. Kenangan itu bisa membuatku tersenyum kembali saat merindukannya. Dan yang paling penting dari semua itu, kenangan bersamanya mengingatkanku bahwa suatu hari nanti aku pun akan pergi meninggalkan dunia ini...
keren coy...
ReplyDeletesetiap orang memang akan merasakan kesedihan jika terjadi suatu perpisahan,tapi semua tergantung dari kita,apakah akan selamanya kita menyalakan perpisahan????
Bukan perpisahannya yang salah,, tp hati kita yang tak kunjung ikhlas mkx rasa sakitnya masih bertahan sampai sekarang *eh
DeleteAl fatihah..
ReplyDeleteDari kehilangan kita belakar ikhlas karena Allah :)
Iya bener banget mbak Nhae
DeleteKehilangan mengajarkan kita untuk mengembalikan semuanya pada Allah